- Seminar Kesehatan Puskesmas Kecamatan Jagakarsa
- Speech Contest
- Yuk Daur Ulang Sampah!
- Melawan DBD Dengan Fogging Di Masa Pancaroba
- Cinta Tanah Air Merupakan Fitrah
- Mengenal kekuasaan Dinasti Ayyubiyah
- Mengenal kekuasaan Dinasti Utsmaniyah
- Mengenal kekuasaan Dinasti Abbasiyah
- Masih Jamankah Ghosob Sendal?
- Riwayat ringkas imam al barjanji
Mengenal kekuasaan Dinasti Utsmaniyah
Dinasti islam

Mengenal lebih dekat
Dinasti Utsmaniyah
Pendiri Dinasti Turki Utsmani adalah
bangsa Turki dari kabilah Oghus, yang mendiami daerah Mongol dan daerah Utara
negeri Cina, yang dipimpin Suleiman. Ia mengajak sukunya untuk menghindari
serbuan bangsa Mongol yang menyerang dunia Islam pada Tahun 1219-1220 M.
Pada abad ke 13 M saat Jengis Khan
mengusir orang-orang Turki dari Khurasan dan sekitarnya, Sulaiman Syah (Kakek
dari Utsman) bersama pengikutnya kemudian bermukim di Asia Kecil. Sulaiman
mempunyai 4 orang putri yaitu Shunkur, Gundogdur, Al Thurgil dan Dun Dar.
Kemudian Sulaiman Syah dan pengikutnya berpindah lagi ke Syam.
Baca Lainnya :
- Mengenal kekuasaan Dinasti Abbasiyah0
- Mengenal kekuasaan Dinasti umayyah 0
- Mazhab Imam Hanafi0
- Mazhab Imam Syafi\'i0
- Mazhab Imam Maliki0
Dalam perjalanan menuju Syam
tersebutlah Sulaiman Syah meninggal dunia karena tenggelam di sungai Eufrat.
Karena kecelakaan tersebut rombongan itu terpecah menjadi dua, sebagian kembali
ke daerah asalnya yang dipimpin dua putri Sulaiman yang pertama.
Sementara rombongan kedua melanjutkan
perjalanan ke Syam bersama dua orang putra Sulaiman yang terakhir. Rombongan
kedua ini dipimpin oleh Al Thurgil dan akhirnya mereka berhasil mendekati
Sultan Saljuk yang bernama Sultan Alaudin II di Kunia.
Ketika Dinasti Saljuk diserang
Bizantium, Al Thurgil membantu Sultan Alaudin II sehingga berhasil mengalahkan
serangan Bizantium. Sebagai balas jasanya, Sultan Alaudin memberikan daerah
Iski Shahr dan sekitarnya (wilayah yang beratasan dengan Bizantium) kepada Al
Thurgil. Mereka terus mengembangkan wilayah tersebut dan akhirnya memilih
Syukud sebagai Ibu kota. Disanalah lahir putranya yang pertama yaitu Utsman.
Nama Utsman inilah yang kelak menjadi nama kerajaan Tuki Utsmani
Pada 1258 M Al Thurgil meninggal
dunia. Selanjutnya Utsman anaknya, mendeklarasukan dirinya sebagai sultan. Maka
berdirilah Dinasti Turki Ustmani. Ustman kemudian memindahkan Ibukota ke Yeniy.
Pada 1300 M, bangsa Mongol melakukan penyerangan ke wilayah Dinasti Saljuk,
menyebabkan terbunuhnya sultan Saljuk Sultan Alaudin II tanpa meninggalkan
pewaris tahta.
Maka Utsman mengumumkan diri sebagai
Sultan yang berdaulat penuh. Ia mengakapanyekan dirinya dengan mencetak mata
uang dan pembacaan khutbah atas nama dirinya. Kekuatan mikiter yang dimiliki
Utsman menjadi benteng pertahanan bagi kerajaan-kerajaan kecil dari serangan
Mongol. Dengan demikian mereka secara tidak langsung mengakui Utsman sebagai
penguasa tertinggi.
Pada awalnya kerajaan Turki Utsmani
hanya memiliki wilayah yang kecil, namun dengan adanya dukungan militer, tak
lama kemudian Dinasti Turki Utsmani menjadi kerajaan yang sangat besar dan
bertahan dalam kurun waktu yang cukup lama.
Meski mencapai kejayaan yang luar
biasa, akhirnya Dinasti ini runtuh dengan beberapa faktor. Yang menarik adalah
keruntuhan Dinasti ini juga menjadi penghapusan sistem khilafah yang selama ini
menjadi sistem yang diterapkan oleh kaum muslim.
Dinasti Turki Utsmani dikenal dengan
dinasti yang memiliki wilayah kekuasaan yang luas, hal ini karena sebagian
besar pemimpinnya lebih fokus pada melakukan ekspansi. Untuk itu Orkhan
membentuk pasukan militer yang dikenal dengan sebutan Inkisyariyah (Janissary).
Dinasti Turki Usmani mengalami
kemunduran akibat beberapa faktor yang antara lain, penduduk yang memiliki
corak beragam, lemahnya para sultan pengganti Sultan Sulaiman, kerusakan moral
para sultan, istri sultan ikut campur dalam mengatur pemerintah, dan juga
terjadi kemerosotan di bidang ekonomi.
Sementara keruntuhan Dinasti Turki
Usmani dimulai sejak adanya modernisasi yang dilakukan oleh penguasa Utsmani
akibat adanya pengaruh barat di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain
itu kekalahan dalam peperangan dengan barat juga mendorong Dinasti Usmani
berusaha mencari kunci keberhasilan barat.
Para penguasa Dinasti Utsmani berusaha
mengirim utusan-utusan untuk memperlajari modernisasi di barat agar kelak dapat
di terapkan di daerah kekuasaan Usmani. Modernisasi mulai dilakukan dalam
berbagai bidang, seperti dalam bidang pendidikan, kemiliteran, dan lain
sebagainya. Bahkan ketika masa pemerintahan Sultan Mahmud II, secara tegas
terdapat pembedaan antara masalah dunia yang diatur dengan hukum sekuler dengan
hal-hal yang berkaitan dengan agama diatur oleh syariat.
Setelah itu muncul pula Dewan Tanzimat
yang berusaha mengadakan reformasi di Turki. Tanzimat sendiri dapat diartikan
sebagai pengaruh langsung bangsa Eropa terhadap para pemimpin dan pemikir Turki.
Dewan ini diketuai oleh Muhammad Sadik Rifat Pasya. Menurutnya, modernisasi
yang membawa kemajuan di barat terwujud karena adanya kedamaian dan hubungan
baik antar negara Eropa. Oleh karena itu model pemerintahan absolut yang dianut
Turki sebaiknya dihilangkan.
Pengaruh barat ini menimbulkan
kelemahan bagi Dinasti Turki Usmani. Kelemahan Usmani ini dimanfaatkan oleh
Eropa untuk mendesak persamaan hak antara orang Eropa yang beragama Kristen
dengan warga Turki yang beragama Islam. Akhirnya Sultan Abdul Majid menetapkan
sebuah piagam yang memenuhi tuntutan tersebut yakni Hatt-i Humayun.
Semakin lama Eropa menuntut perlakuan
yang sama dengan kaum muslim dalam berbagai bidang, mulai dari pajak,
pendidikan, pendirian fasilitas umum untuk mereka, dan lain sebagainya. Namun
ternyata kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan sultan mendapat kritikan dari
ulama pada masanya. Hal ini karena barat dijadikan tolak ukur modernisasi
sehingga sekulerisasi terjadi di berbagai bidang.
Selain itu muncul pula gerakan lain
yang sebenarnya menentang para tokoh Tanzimat, mereka adalah Utsmani Muda, yang
salah satu tokohnya adalah Ziya Pasya. Tujuan mereka ialah untuk menghentikan
pemikiran bebas tokoh-tokoh Tanzimat. Mereka menganggap Tanzimat terlalu
memaksakan sistem barat yang belum tentu sesuai dengan Islam.
Usmani Muda menganggap pemikiran barat
memang perlu dipakai, tapi harus disesuaikan dengan ajaran Islam terlebih
dahulu. Mereka berpendapat bahwa jika Dinasti Turki Usmani ingin maju, maka
harus menggunakan sistem konstitusi dalam pemerintahannya. Usmani Muda juga
mengusulkan adanya sebuah konstitusi sebagai landasan dalam pemerintahan.
Akhirnya konstitusi 1876 disetujui
oleh Sultan Abdul Hamid II, sebagai konstitusi resmi. Konstitusi ini
memperlihatkan sifat semi-otokratis dan belum demokratis. Dengan adanya
konstitusi ini ternyata menjadikan sultan lebih absolut dalam memerintah karena
sultan diberi beberapa hak khusus yang ditetapkan oleh konstitusi tersebut. Hal
ini menandakan kegagalan tujuan Usmani Muda. Bahkan karena dianggap tidak
sesuai dengan keinginan gerakan ini, Usmani Muda mencoba menggulingkan sultan,
namun gagal.
Akhirnya Utsmani Muda dihancurkan oleh
sultan karena dianggap membahayakan. Setelah itu kelompok yang tidak suka
terhadap keabsolutan sultan mulai bermunculan yang salah satunya adalah gerakan
Turki Muda. Salah satu tokoh yang berpengaruh adalah Ahmad Riza dengan
pendapatnya bahwa Turki Usmani dapat diselamatkan dengan pendidikan dan ilmu
pengetahuan, bukan dengan teologi dan metafisika.
Gerakan Turki Muda ini memiliki
beberapa perkumpulan yang pada perkembangannya melakukan pemberontakan kepada
sultan. Untuk menjaga eksistensinya, sultan memenuhi salah satu tuntutan mereka
yakni memberlakukan kembali konstitusi dan melaksanakan pemilihan umum, dan
meninggalkan sistem keabsolutan sultan.
Sejak saat itulah Turki Muda mulai
ikut campur dalam kekuasaan Kerajaan Utsmani. Daerah-daerah Dinasti Turki
Utsmani yang ada di Eropa memanfaatkan situasi ini dengan melepaskan diri dari
pusat dan memerdekakan diri.
Bukan hanya negeri-negeri eropa yang
memang sedang mengalami kemajuan dan memberontak kerajaan Turki Utsmani, tetapi
juga beberapa daerah di Timur Tengah mencoba bangkit memberontak. Di Mesir
kelemahan-kelemahan Kerajaan Utsmani membuat Dinasti Mamalik bangkit kembali.
Di bawah kepemimpinan Ali Bey, tahun 1770 M Mamalik kembali berkuasa di Mesir,
sampai datangnya Napoleon Bonaparte dari Perancis tahun 1798 M.
Libanon dan Syiria, Fakhral Din yang
seorang pemimpin Dntze, berhasil menguasai Palentina, dan pada tahun 1610 M
merampas Ba’albak dan mengancam Damaskus. Fakhr al Din baru menyerah pada tahun
1635 M.
Di Persia, Kerajaan Safawi ketika
masih berjaya juga beberapa kali melakukan perlawanan dengan Kerajaan Turki
Utsmani dan beberapa kali pula memenagkan peperangan.
Sementara itu di Arabia bangkit
kekuatan baru, yaitu aliansi Muhammad ibnu Abdul Wahhab yang dikenal
dengan gerakan Wahhabiyah dengan
penguasa lokal Ibnu Sa’ud. Mereka berhasil menguasai beberapa daerah Jazirah
Arab dan sekitarnya pada paruh kedua abad ke 18 M.
Pemberontakan banyak terjadi pada
Dinasti Turki Utsmani ketika sedang mengalami kemunduran. Gerakan-gerakan
seperti itu berlanjut hingga abad ke 19 – 20 M. Akhirnya Dinasti Turki Utsmani
runtuh dengan berdirinya Republik Turki pada tahun 1924 M, dengan pendiri dan
presiden pertamanya Mustafa Kemal Ataturk.
